Susunan Paduan

on Senin, 10 Maret 2014
SUSUNAN PADUAN

Definisi
Suatu paduan(alloy) campuran bahan yang memiliki sifat sifat logam, terdiri dari dua atau lebih komponen(unsur), dan sedikitnya satu nkomponen utamanya adalah logam.suatu sistem paduan adalah suatu sistem yang terdiri dari semua paduan yang dapat terbentuk dari beberapa unsur dengan semua macam komposisi yang mungkin dapat dibuat.
Paduan dapat diklasifikasikan menurut strukturnya, dan sistem paduan diklasifikasikan menurut diagram kesetimbangannya (diagram fasenya)
Suatu paduan dapat berupa susunan yang homogen atau campuran (mixture).jika berupa susunan yang homogen paduan akan terdiri dari satu fase tunggal dan bila berupa campuran paduan akan terdiri dari beberapa fase.
Fase (phase) adalah bagian dari material, yang homogen komposisi kimia dan strukturnya, dapat dibedakan secara fisik, dapat dipisahkan secara mekanik dari bagian lain material itu. Suatu fase dapat dibedakan dari fase lain dengan melihat keadaan fisiknya, ada fase gas, cair dan padat. Bagian material dengan komposisi kimia yang berbeda dikatakan sebagai fase  yang berbeda . struktur latice juga membedakan satu fase dengan fase lain.




Pada paduan dalam keadaan padat ada tiga kemungkinan macam fase, yaitu sebagai:

1. Logam Murni
             Pada kondisi seimbang (equilibrium), suatu logam murni akan mengalami perubahan fase pada suatu temperatur tertentu, perubahan fase dari padat ke cair akan terjadi pada temperatur tertentu, dinamakan titik cair, dan perubahan ini berlangsung pada temeperatur tetap hingga seluruh perubahan selesai.

2. Senyawa (Compound)
            Senyawa adalah gabungan dari beberapa unsur dengan perbandingan tertentu dan tetap. Senyawa mempunyai sifat dan struktur yang sama sekali berbeda dari unsur unsur pembentuknya. Senyawa juga mempunyai titik lebur dan titik beku yang tetap, seperti pada logam murni.
Ada tiga macam senyawa yang sering dijumpai, yaitu:
1.      Senyawa Intermetalik, biasanya terbentuk dari logam logam yang sifat kimianya    sangat berbeda dan kombinasinya mengikuti aturan valensi kimia. Ikatan atom-atomnya sangat kuat (ionik atau kovalen),sehingga sifatnya seperti non-metal, keuletan rendah, konduktifitas listrik juga rendah dan struktur kristalnya kompleks. Contohnya: CaSe, Mg2Pb, Mg2Sn, Cu2Se.

2.      Senyawa Interstisi, terbentuk dari logam logam transisi seperti Scandium (Sc), Titanium (Ti), Tantalum (Ta), Wolfram (W), dan besi (Fe) dengan H, O, C, Bo dan N. Kelima unsur ini diameter atomnya sangat kecil sehingga dapat masuk ke dalam kisi kristal logam di atas secara interstisi. Senyawa interstisi bersifat metalik, komposisi kimia mungkin dapat bervariasi dalam daerah yang sempit, titik leburnya tinggi dan sangat keras. Contohnya: Fe3C, TiC, TaC, W2C, Fe4N, CrN, TiH.

3.      Senyawa elektron, terbentuk diantara logam logam Cu, Au, Ag, Fe, dan Ni dengan Cd, Mg, Sn, Zn, dan Al. Senyawa ini terjadi dengan komposisi kimia sedemikian rupa sehingga mendekati perbandingan jumlah elektron valensi dengan jumlah atom yang tertentu. Senyawa ini sifatnya sudah mendekati larutan padat, seperti komposisi yang bervariasi, keuletan tinggi, kekerasan rendah.

3. Larutan padat (Solid Solution)
           
  Suatu larutan terdiri dari dua bagian, yaitu solute (terlarut) dan solvent (pelarut). Solute merupakan bagian yang lebih sedikit, sedangkan solvent adalah bagian yang lebih banyak.

 Ada tiga kemungkinan kondisi larutan, yaitu:
1.      Unsaturated (tidak jenuh), bila jumlah solute yang terlarut masih dibawah jumlah yang mampu dilarutkan oleh solvent pada tekanan dan temperatur tertentu.
2.      Saturated (jenuh), bila jumlah solute yang terlarut tepat mencapai batas kelarutannya dalam solvent.
3.       Supersaturated (super jenuh), bila jumlah solute yang larut telah melewati batas kelarutannya pada temperatur dan tekanan tertentu.

Dalam keadaan lewat jenuh larutan berada dalam kondisi tidak equilibrum, ia tidak stabil. Dalam jangka waktu lama atau dengan penambahan sedikit energi saja cenderung akan menjadi stabil,dengan terjadinya pemisahan(pengndapan) solute.sehingga larutan menjadi larutan jenuh.
Suatu larutan padat adalah larutan dalam keadaan padat, terdiri dari dua atau lebih jenis atom yang berkombinasi dalam satu space latice. Larutan padat mempunyai titik beku yang berbeda dari titik beku zat pelarutnya yang murni. Pembekuan solid solutin tidak terjadi pada temperatur tertentu ataupun konstan. Pembekuan berlangsung bersamaan dengan penurunan temperatur.

Dari kurva diatas tampak bahwa pembekuan suatu larutan 50% Sb, 50% Bi terjadi pada temperature yang lebih rendah daripada beku antimon(1770 oF­ ) dan lebih tinggi dari titik beku bismuth (520 oF ). Larutan mulai membeku pada 940 oF dan selesai pada 660 oF.


Ada dua jenis larutan padat yaitu:
 Ø  Larutan padat substitusional (substitutional solid solution)
 Ø  Larutan padat Interstitial (interstitial solid solution)

       Larutan padat substitusional
Pada larutan padat jenis ini atom solute menggantikan tempat (substitusi) atom solvent dalam struktur lattice solvent. Keseluruhan sistem akan merupakan seri yang kontinyu dari larutan padat, semua komposisi akan selalu merupakan larutan padat.

      Pada alloy system ada beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan, yaitu :

 1.    Crystal structure factor. Complete solid solubility, kemampuan membentuk larutan padat dengan segala komposisi (kelarut-padatan lengkap), tidak akan terjadi bila kedua unsurnya, solute dan solvent, struktur kristalnya tidak sama. Jadi pada substitutional solid soulution kedua unsurnya harus memiliki struktur kristal sama.
 2.     Relative size factor. Terbentuknya suatu larutan padat akan mudah terjadi bila perbedaan diameter atom tidak terlalu besar, tidak lebih dari 15%. Bila perbedaan ini lebih dari 15% maka kelart-padatannya (solid solubility) akan sangat terbatas. Misalnya timah hitam dengan perak yang memiliki perbedaan diameter atom 20%, maka kelarut-padatan timah hitam pada perak hanya sekitar 1,5%, sedang kelarut-padatan perak dalam timah hitam malah hanya 0,1%
      Antimon dan bismuth dapat saling melarutkan pada segala komposisi, kelarut-padatannya tidak terbatas, karena perbedaan diameter atom hanya 7% dan struktur krsitalnya sama, (rhombohedral). Sedang kelarutan antimon dalam aluminium (fcc), dengan perbedaan diameter atom 2%, hanya 0,1%, karena struktur kristalnya tidak sama.
 3.    Chemical affinity factor. Makin besar chemical affinity antara dua logam makin kecil kemungkinannya membentuk suatu larutan padat lebih cenderung akan terjadi senyawa. Biasanya makin jauh jarak antara dua unsur dalam Tabel Periodik makin besar pula chemical affinity antara keduanya.
 4.    Relative-valence factor. Bila solute metal memiliki valensi berbeda dari solvent maka jumlah elektron valensi per atom, disebut juga electron ratio akan berubah. Dan struktur kristal lebih peka terhadap penurunan electron ratio daripada terhadap kenaikan electron ratio. Jadi dengan kata lain logam bervalensi lebih rendah dapat melarutkan lebih banyak logam bervalensi lebih tinggi daripada sebaliknya. Misalnya dalam sistem paduan aluminium-nickel, keduanya fcc, relative size factor 14%. Aluminium bervalensi lebih tinggi, kelarutannya dalam nickel dapat mencapai 5%, tetapi aluminium hanya mampu melarutkan hanya 0,04% nickel.

Dengan memperhatikan keempat faktor di atas akan dapat ditentukan estimasi kelarutan suatu logam dalam logam lain. Perlu diperhatikan bahwa dengan relative size factor yang kurang menguntungkan saja dapat dipastikan bahwa kelarutan akan sangat terbatas. Bila relative size factor menguntungkan barulah ketiga faktor lain akan ikut menentukan derajat kelarutan suatu logam dalam logam lain.

       Interstitial solid solution
Larutan ini terbentuk bila atom denagn diameter yang sanagt kecil dapat masuk (menyisip) di rongga antaratom dalam struktur lattice dari solvent dengan diameter atom yang besar. Karena celah (rongga) antar atom dalam suatu struktur lattice sangat kecil maka hanya atom yang sangat kecil, dengan radius kurang dari satu Angstrom, yang dapat menyisip dan membentuk larutan padat interstisial. Atom tersebut adalah hidrogen (0,46 A), boron (0,97), carbon (0,71) dan oksigen (0,60).
Larutan padat interstisial biasanya mempunyai kelart-padatan sangat terbatas, dan biasnya juga tidak penting, kecuali larutan padat karbon dalam besi, yang sangat banyak mempengaruhi struktur dan sifat baja.
Larutan padat, interstisial maupun substitusional mempunyai struktur lattice yang terdistorsi, terutama di sekitar tempat solute atom.

Schematic representation of both types of solid solutions (a) Substituonal                      (b)Interstitial
Distorsi ini akan mengganggu gerakan dislokasi pada bidang slip dan karenanya adanya solute atom akan menaikkan kekuatan suatu paduan. Hal ini merupakan salah satu dasar penguatan logam dengan pemaduan.
Berbeda dengan intermetallic dan interstitial compound, larutan padat mudah dipisahkan.diuraikan, mencair pada daerah temperatur tertentu, sifatnya dipengaruhi oleh sifat solvent dan solute, komposisinya dapat bervariasi sangat luas, sehingga tidak dapat dinyatakan dengan suatu rumus kimia.
Pada skema di bawah dapat dilihat bagaimana kemungkinan struktur suatu paduan. Dan perlu diingat bahwa dalam suatu paduan seringkali strukturnya merupakan kombinasi dari beberapa fase.
Possible alloy structures














Surface hardening

on Rabu, 05 Maret 2014
Surface hardening(case hardening)

Case Hardening dapat dikatakan sebagai suatu proses Heat Treatment untuk memperoleh pengerasan hanya pada lapisan permukaan saja, atau dengan kata lain lapisan  permukaan mempunyai kekerasan yang lebih tinggi sedangkan bagian yang lebih dalam tetap seperti semula (kekerasan rendah tetapi keuletannya tinggi).
Tujuannya banyak, industri yang membutuhkan material yang keras(pada permukaanya, tahan aus) tetapi bagian dalamnya masih ulet/tangguh. Dengan kondisi ini pada lapisan  permukaan terdapat tegangan sisa yang berupa tegangan tekan (tahan terhadap kelelahan, fatigue limitnya naik) dan secara keseluruhan material tersebut masih ulet. Contoh pengerasan pada gigi-gigi dari roda gigi, poros, beberapa tool dan die.

 Ada 5 cara yang banyak dilakukan dalam Case Hardening :
1. Carburising
2. Nitriding
3. Cyaniding/ carbonitriding
4. Pengerasan api (flame hardening)
5. Pengerasan induksi (induction hardening)
Tiga yang teratas dengan merubah komposisi kimia, dua cara berikutnya dengan membuat martensit hanya pada permukaan saja (shallow hardening methods, syarat kadar karbon tidak kurang dari 0.30%)

 1. CARBURISING
              
             Cara paling murah dan metode paling sering yang digunakan dalam pengerasan permukaan. dilakukan Pada baja dengan keuletan tinggi, yang memiliki kadar karbon =< 0.2%.
             Karena kadar karbon rendah maka harus ditambah dengan mendifusikan karbon melalui permukaannya sehingga mampu dikeraskan dengan quenching (pembentukan martensit).
Tahapan carburising :
a.     Penembahan carbon
b.    Pengerasan

                 a. Penembahan karbon (carburising)
Pemanasan pada temperatur cukup tinggi di lingkungan yang mengandung karbon aktif dimana atom karbon berdifusi ke dalam baja sampai kadar tertentu & kedalaman tertentu
Selanjutnya proses quenching
Ada 3 cara penambahan karbon (carburising):
                                                             i.  Solid carburising,
                                                             ii. Gas carburising,
                                                             iii. Liquid carburising
i. Solid carburising
           Benda kerja dimasukkan dalam suatu kotak ditimbun dengan carburising compound, kotak ditutup (kedap udara), dipanaskan sampai 900-950oC selama beberapa jam, kotak dikeluarkan dari dapur, dibiarkan dingin, dibongkar & benda kerja dibersihkan kemudian dipanaskan kembali untuk pengerasan (quenching).

Ø Carburising compound
           Berupa serbuk arang kayu/coke 70-80%, barium/natrium karbonat20-25%, kalsiumkarbonat2,5-3,5%. Selama pemanasan udara yang terperangkap dalam kotak akan bereaksi dengan arang menjdi CO:
2C + O2 -----> 2CO
Selanjutnya CO akan berdissosiasi menjadi karbon aktif(C.at) yang dapat berdifusi ke dalam baja:
2CO -----> CO2 + C.at
(C.at) ini adalah atom karbon aktif, yang dapat berdifusi ke dalam baja, karbon aktif pada carburisingcompound berfugsi sebagai energizer atau activator yang mempercepat proses carburising yaitu dengan menghasilkan sejumlah CO2 dari reaksi dekomposisinya:
BaCO3 ----> BaO+ CO2
Yang kemudian bereaksi dengan carbon membentuk CO.
Karena pada temperatur tinggi baja mampu melarutkan banyak karbon maka dalam waktu singkat permukaan baja akan menyerap karbon hingga mencapai batas jenuhnya.
           Mengingat bahwa bagian dalam baja hanya mengandung sedikit karbon maka karbon akan berdifusi masuk lebih kedalam. Tebal lapisan permukaan yang mengalami penambahan karbon(case depth) ini tergantung pada temperatur pemanasan dan panjangnya holding time pada temperatur pemanasan itu.

            ii. Gas Carburising
           Baja dipanaskan dalam  dapur dengan atmosfernya banyak mengandung gas CO dan/atau gas hydrokarbon yang sudah berdekomposisi pada temperatur carburising (900-950 C) akan berdekomposisi menghasilkan (C.at) yang nantinya berdifusi ke dalam baja
 Reaksi dekomposisinya:
2CO <----> C.at + CO2
CH4 <----> C.at + H2
CO + H2 <----> C.at + H2O
·       Diffusion Period
           Pada gas carburising lapisan hypereutektoid dapat dihilangkan dengan memberikan suatu diffusion period yaitu dengan menghentikan aliran gas carburising tetapi mempertahankan temperatur pemanasan.
Dengan demikian karbon akan berdifusi lebih kedalam dan merata pada lapisan kulit. Benda kerja akan lebih bersih sehingga dapat langsung diquench, sehingga dapur lebih efisien

I                      iii. Liquid Carburising
           Pemanasan dilakukan dalam saltbath yang tadi campuran sodium cyanide (NaCN) atau potassium cyanide (KCN) yang berfungsi sebagai carburising agent yang aktif, dengan sodium carbonat (Na2CO3) yang berfungsi sebagai energiser.
4 NaCN + 2O2 ----> 4 NaCNO
4 NaCNO ----> 2NaCN + Na2CO3 + CO + 2 N.at
2 CO ----> CO2 + C.at
           Terlihat bahwa selain atom carbon, atom nitrogen juga ikut berdifusi ke dalam baja. Nitrogen ini bereaksi membentuk nitrida yang juga keras.
Tebal kulit pengerasan (case depth) juga tergantung pada kandungan cyanide dalam saltbath (biasanya digunakan campuran dengan 40-50% NaCN), sedangkan selama pemakaian kandungan cyanide ini terus berkurang, karena itu secara periodik komposisi saltbath harus selalu diperiksa/dipertahankan konstan.

a.     Pengerasan (Quenching)
           Setelah lapisan kulit mengandung cukup karbon, proses dilanjutkan dengan pengerasan (quenching) untuk mencapai kekerasan yang tinggi & tempering, untuk mengurangi kegetasan & tegangan sisa yang berlebihan.
Pada pack carburising quenching dilakukan setelah pemanasan kembali, tetapi pada gas & liquid carburising quenching dapat dilakukan langsung sesudah pemanasan untuk penambahan karbon. 
         
 Saat carburising baja dipanaskan pada temperatur cukup tinggi di daerah austenit, sehingga  kemungkinan terjadi pertumbuhan butir yang berlebihan àcoarse grained steel
 Jika langsung diquench maka material menjadi getas/terdistorsi.
 Baja yang mengandung unsur paduan dapat mencegah terjadi nya pertumbuhan butir àfine grained steel(yang dapat langsung diquench)

               2. NITRIDING
                   Nitriding dilakukan dengan memanaskan baja di dalam dapur dengan atmosfer yang mengandung atom nitrogen aktif yang akan berdifusi ke dalam baja dan bereaksi dengan unsur dalam membentuk nitrida.
Nitrida yang terbentuk sangat keras dan stabil, nitrigen aktif diperoleh dari gas amonia yang bila dipanaskan pada temperatur nitriding (500-600C) akan berdissosiasi menjadi nitrogen aktif dan gas hidrogen:
2 NH3 ------> 2 N.at + 3 H2
Pada dasarnya smua baja dapat dinitriding, tetapi hasil yang baik akan diperoleh bila baja mengandung unsur paduan yang membentuk nitrida (nitride forming element) seperti aluminium, chrom atau molybden.
Benda kerja dimasukkan dalam dapur yang kedap udara, gas amonia dialirkan secara kontinyu selama proses pemanasan pada temperatur 500-600C.
  Proses nitriding berlangsung lama (bisa dalam beberapa hari). Kekerasan yang dihasilkan sangat tinggi (sehingga tidak perlu quenching) sehingga benda kerja terhindar dari distorsi, retak atau tegangan sisa. Nitrida yang terbentuk sangat stabil, kekerasannya tidak berubah selama pemanasan walaupun sampai dengan suhu 600C.
Walaupun proses nitriding berlangsung lama sekali tetapi tebal kulit yang terjadi tipis sekali. Baja untuk dinitriding tidak boleh terlalu lunak (>= 0,3-0,4%C) agar mampu mendukung kulit yang sangat tipis tadi.
Benda kerja setelah dinitriding disarankan tidak dilakukan proses machining (selain polishing/lapping). Baja hasil nitriding mempunyai sifat tahan aus yang sangat baik, mempunyai sifat tahan terhadap kelelahan dan juga tahan terhadap korosi.

            3. CYANIDING & CARBONITRIDING
Cyaniding menyerap karbon dan nitrogen dengan perbandingan yang lebih seimbang. Proses cyaniding merupakan modifikasi liquid carburising, proses dengan menggunakan saltbath tetapi dengan konsentrasi garam cyanide yang lebih rendah dan temperatur pemanasan yang lebih rendah, sehingga diffusi nitrogen cukup banyak.
Saltbath mengandung 25-45% NaCN pada 550-600C dan holdingtime 5-30men àdidapatkan kulit (case) yang sangat tipis (0.02-0.04mm). Kulit tipis ini tahan aus dan kekerasan sangat tinggi, sering dilakukan terhadap baja perkakas (HSS, high speed steel).
           Pada cyaniding komposisi saltbath dan temperatur pemanasan sangat berpengruh terhadap tebal dan kompss kimia dari kulit. Dengan temperatur pemanasan makin tinggi dan kandungan NaCN dalam saltbath yang makin rendah akan menghasilkn case depth yang makin besar, dan kadar karbon dari kulit yang makin tinggi (kadar nitrogen makin rendah)
Untuk proses yang menghasilkn kulit dengan kadar karbon yang cukup tinggi (>0.4%C) perlu dilakukan quenching dan tempering.
           Corbonitriding merupakan modifikasi proses gas carburising, dengan menggunakan campuran gas-gas tadi karbonmonoksida dan gas hidrokarbon yang diperkaya dengan gas amonia. Sehingga yang berdifusi tidak hanya karbon tetapi juga nitrogen, proses berlangsung dengan temperatur yang lebih rendh.
           Kekerasan yang dihasilkan dari cyaniding ataupun carbonitriding (sesudah quenching) akan lebih stabil daripada yang diperoleh dari carburising, lebih tahan terhadap pemanasan, tidak mudah menjadi lunak karena pemanasan.

             4. FLAME HARDENING
Pada flame hardening dan induction hardening komposisi kimia dari permukaan benda kerja tidak berubah. Pengerasan dilakukan dengan memanaskan hanya bagian permukaan. Flame hardening dilakukan dengan menyembulkan api dengan intensitas tinggi ke permukaan, biasanya api dari brander oxyacetylene (sehingga sebelum panas sempat menjalar ke bagian dalam di bagian  permukaan sudah mencapai temperatur austenitising, kemudian segera diquench. Sehingga bagian permukaan terbentuk martensit sedang di bagian  dalam tetap seperti semula.
Benda kerja (baja) harus mempunyai hardenability yang memadai kadar karbonnya (0,3-0,6%C) Proses sederhana (manual), menggunakan welding torch (brander las oxyasetylen), permukaan dipanaskan sampai temperatur austenitising kemudian dicelupkn dalam air/minyak. Hanya bisa untuk ukuran benda kerja kecil. Kekerasan kulit terutama tergantung pada kadar karbon dari baja, sedangkan tebal kulit tergantung pada seberapa tebal bagian permukaan yang mengalami pemanasan sampai menjadi austenit dan didinginkan dengan laju pendinginan kritis. Pada proses pemanasan tergantung intensitas pemanasan, jarak permukaan benda kerja dengan brander, lamanya pemanasan, kecepatan gerakan antara brander dan benda kerja.

                   5. INDUCTION HARDENING           
                                    Pada prinsipnya sama dengan flame hardening, hanya saja pemanasan ditimbulkan                             oleh arus induksi yang terjadi karena adanya medan magnet yang berubah-ubah dengan                                 sangat cepat (di sekitar konduktor yang dialiri arus listrik akan timbul medan magnet yang                             besar dan arahnya tergantung pada besar dan arah arus yang mengalir).Arus induksi ini akan                         menimbulkan panas, karena arus induksi ini terjadi di permukaan maka panas akan terjadi di                         permukaan (panas yang timbul akan sangat intens jika arus induksi ditimbulkan oleh arus                               bolak-balik dengan frekwensi tinggi.                                                                                                                              Untuk menimbulkan pemanasan yang merata pada permukaan maka benda kerja                         diletakkan di dekat koil yang dialiri arus bolak-balik frekwensi tinggi. Tebal kulit tergantung                           pada tebalnya permukaan yang mengalami pemanasan sampai ke temperatur austenit                                     sebelum diquench. Baja yang di-induction hardening akan memperlihatkan distorsi lebih                                 sedikit daripada yang diquench dari dapur. Baja yang telah diquench & ditemper dapat                                 dikeraskan dengan kulit yang sangat tipis dan kekerasan yang cukup tinggi. 

                 












IT CTT Diagrams

on Kamis, 27 Februari 2014
ISOTHERMAL TRANSFORMATION DIAGRAM


Diagram TTT atau Isothermal Transformation Diagram (I-T diagram) merupakan sebuah diagram yang menghubungkan transformasi austenite terhadap waktu (dalam skala log) dan temperatur. Dalam proses laku panas pada baja, biasanya pemanasan dilakukan hingga mencapaitemperature austenite, kemudian ditahan pada temperature tersebut beberapa saat lalu didinginkan dengan laju pendinginan tertentu. Struktur mikro yang terjadi setelah pendinginan akan tergantung pada laju pendinginan. Karenanya sifat mekanik dari baja setelah akhir suatu proses laku panas akan banyak ditentukan oleh laju pendinginan. Proses transformasi ini dibaca dengan diagram TTT karena kondisi tidak setimbang. Setiap baja (komposisi penyusun baja yang berlainan) akan mempunyai I-T diagram sendiri.
            Kurva sebelah kiri menunjukkan saat mulainya transformasi isothermal dan kurva sebelah kanan menunjukkan saat selesainya transformasi isothermal. Diatas garis A1 austenit dalam keadaan stabil (tidak terjadi transformasi walaupun waktu penahannya bertambah). Di bawah temperature kritis A1 pada daerah di sebelah kiri kurva awal transformasi austenite tidak stabil (suatu saat ia akan bertransformasi) dan disebelah kanan kurva akhir transformasi terdapat hasil transformasi isothermal dari austenite, sedang pada daerah diantara dua kurva tersebut terdapat sisa austenite (yang belum bertransformasi) dan hasil transformasi isotermalnya. Titik paling kiri dari kurva awal transformasi disebut hidung (nose) diagram ini. transformasi austenite diatas nose akan menghasilkan perlit sedangkan di bawah nose akan menghasilkan bainit. Tetapi bila transformasi berlangsung pada temperature yang lebih rendah lagi (dibawah garis Ms = Martensite start) akan diperoleh martensit.

Mekanisme Transformasi
            Perubahan austenite menjadi perlit berlangsung dengan difusi, suatu proses yang berlangsung dengan difusi selalu temperature activated dan time dependent serta berlangsung dengan mekanisme pengintian dan pertumbuhan.
            Bila austenite dipaksa berada pada temperature di bawah temperature kritis A1 maka dorongan untuk berubah makin besar, perubahan terjadi lebih awal tetapi pertumbuhan makin lambat, sehingga perlit yang terjadi makin halus. Makin rendah temperaturnya, maka dorongan termodinamik ini berubah menjadi gaya geser (shear force) yang dapa menggeser atom besi pada posisi tertentu (agar dapat berubah dari FCC menjadi BCC).
            Sebenarnya belum ferrit BCC yang terjadi namun suatu struktur BCT (Body Centered Tetragonal) karena austenite mengandung banyak karbon ketika berada di bawah temperatur A1.  Atom karbon yang terperangkap dalam ferrit tersebut membuat BCC memanjang. Karbon yang banyak ini akan keluar melalui proses difusi membentuk sementit dan BCT akan menjadi BCC (ferrit). Sementit yang keluar dari BCT akan keluar pada arah/bidang kristallografik tertentu dari ferrit yang terbentuk ( struktur bainit). Proses ini terjadi bila austenite didinginkan cepat sampai dibawah nose dan temperature berada diatas Ms.  Bainit akan terjadi pada transformasi isothermal dari austenite pada temperature di bawah nose. Pada temperature lebih tinggi diperolehupper bainite (bainit atas) atau feathery bainite sedangkan pada temperature lebih rendah diperoleh lower bainite (bainit bawah) atau acicular bainite. Perbedaan dari kedua bainit tersbeut terletak pada susunan lamellarnya.

            Selain itu, dari phase austenite pada suhu diantara A1 dan dibawah nose, terbentuk pulaperlit (struktur eutectoid 0.8% C yang terdiri dari phasa ferit yang diselingi dengan lapisan-lapisan Fe3C). dekomposisi dimulai dari nucleus cementit yang nantinya membentuk nodule dari ferrit. Nodul perlit terbentuk dari plat-plat ferit yang diselingi dengan pelat-pelat cementit. Pada  suhu  dekomposisi  austenit  pada  daerah  nose  akan  menghasilkan campuran perlit dan bainit dalam periode waktu tertentu.

Ketika austenite berada dibawah Ms, maka yang terjadi adalah difusi telah terhenti (karena atom karbon sudah tidak memiliki cukup energi) dan timbul struktur baru dari atom karbon menjadi BCT yaitu martensit. Karena adanya karbon yang terperangkap maka struktur itu menjadi tegang dan kekerasannya tinggi, tetapi juga getas. Banyaknya austenite yang bertransformasi menjadi martensit hanya tergantung pada temperature (mulai Ms dan berakhir di Mf).


CONTINOUS COOLING TRANSFORMATION DIAGRAM

Diagram continous cooling transformation atau biasa disebut CTT diagram, merupakan diagram yang menggambarkan hubungan antara laju pendinginan kontinyu dengan fasa atau struktur yang terbentuk setelah terjadinya transformasi fasa.
Gambar dibawah menunjukkan diagram CCT untuk baja secara skematika. Terlihat bahwa kurva-kurva pendinginan kontinyu dengan laju pendinginan yang berbeda akan menghasilkan fasa atau struktur baja yang berbeda. Setiap kurva pendinginan yaitu kurva (a), (b), (c), memperlihatkan permulaan dan akhir dari dekomposisi austenite menjad fasa atau struktur baja akhir.
Sebagai ilustrasi, baja mengandung 0,2% karbon yang telah diaustenisasi pada temperatur 920 celcius, kemudian didinginkan dengan laju yang berbedasampai temperature 200 dan 250 celcius.
Kurva pendinginan (a) menunjukkan pendinginan secara kontinyu yang sangat cepat dari temperatureaustenite sekitar 920 celcius ke temperature 200 celcius.laju pendinginan cepat ini menghasilkan dekomposisi fasa austenite menjadi martensit. Fasa austenite akan mulai terdekomposisi menjadi martensit pada temperature Ms, martensite start. Sedangkan akhir pembentukan martensite akan berakhir ketika pendinginan mencapai temperature Mf,martensite finish.
Kurva pendinginan (b) menunjukkan pendinginan kontinyu dengan laju sedang/medium dari temperature 920 celsius ke 250 celcius. Dengan laju pendinginan kontinyu ini fasa austenite terdekomposisi menjadi struktur bainite.
Kurva pendinginan (c) menunjukkan pendinginan kontinyu dengan laju pendinginan lambat dari temperature 920 celsius ke 250 celcius. Pendinginan lambat ini menyebabkan fasa austenite terdekomposisi menjadi fasa ferit dan perlit.